Pembangunan Pura Desa dan Puseh Desa Batubulan Kangin

16 Desember 2025
I Gede Giri Adnya Kusuma
Dibaca 3 Kali
Pembangunan Pura Desa dan Puseh Desa Batubulan Kangin

Desa Batubulan Kangin, sebuah wilayah yang dikenal kental dengan denyut seni dan budaya di Kabupaten Gianyar, kembali menunjukkan dedikasinya dalam menjaga warisan leluhur. Proyek pembangunan dan pemugaran Pura Desa dan Pura Puseh di Desa Adat Batubulan Kangin bukan sekadar proyek fisik semata, melainkan sebuah manifestasi nyata dari konsep Tri Hita Karana, khususnya hubungan harmonis antara manusia dengan Sang Pencipta (Parhyangan).

Pura Desa (Bale Agung) dan Pura Puseh merupakan bagian integral dari Tri Kahyangan Tiga yang wajib dimiliki oleh setiap Desa Pakraman di Bali. Pura Puseh sebagai stana Dewa Wisnu (pemelihara) dan tempat memuja leluhur, serta Pura Desa sebagai stana Dewa Brahma (pencipta) dan pusat kegiatan sosial religius desa, kini berdiri semakin megah berkat kerja keras Krama (warga) desa.

Arsitektur yang Bernafaskan Seni Batubulan

Ciri khas yang paling menonjol dalam pembangunan Pura Desa dan Puseh Batubulan Kangin adalah detail arsitekturnya. Sebagai daerah yang tersohor dengan seni pahat batu padas (paras), ornamen pura ini menampilkan kehalusan ukiran yang luar biasa.

Pembangunan ini tetap berpegang teguh pada pakem Asta Kosala Kosali (fengshui arsitektur Bali). Mulai dari Paduraksa (pintu gerbang utama) hingga pelinggih-pelinggih utama, semuanya dirancang proporsional dengan hiasan karang boma, patung penjaga, dan relief pewayangan yang dikerjakan oleh undagi (arsitek tradisional) dan seniman lokal. Penggunaan material batu alam yang dominan tidak hanya memberikan kesan kokoh dan magis, tetapi juga mencerminkan identitas Batubulan sebagai pusat seni ukir batu.

Semangat "Ngayah" yang Tak Luntur

Poin paling krusial dalam keberhasilan pembangunan ini bukanlah besarnya dana semata, melainkan semangat sagilik-saguluk salunglung sabayantaka (bersatu padu, saling tolong-menolong) yang ditunjukkan oleh krama desa.

Proses pembangunan melibatkan sistem ngayah (kerja bakti tulus ikhlas) yang dilakukan secara bergilir oleh banjar-banjar yang ada di lingkungan Desa Adat Batubulan Kangin. Mulai dari persiapan lahan, pengangkutan material, hingga persiapan upacara (banten), keterlibatan warga sangat tinggi. Hal ini membuktikan bahwa modernisasi tidak menggerus nilai-nilai gotong royong di masyarakat Batubulan Kangin.

"Pura ini adalah milik desa, dibangun oleh desa, dan untuk kesejahteraan desa secara sekala dan niskala. Semangat krama dalam ngayah adalah kunci utama rampungnya pembangunan ini," ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.

Rangkaian Upacara Pemlaspasan

Setiap pembangunan tempat suci di Bali tidak akan lengkap tanpa penyucian secara niskala. Rangkaian upacara besar seperti Ngenteg Linggih, Melaspas, dan Mendem Pedagingan menjadi puncak dari proses pembangunan fisik.

Upacara ini bertujuan untuk "menghidupkan" bangunan suci tersebut, mengubah benda mati (batu dan kayu) menjadi stana yang suci bagi Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Alunan gamelan, kidung suci, dan doa dari para Sulinggih (pendeta) mengiringi prosesi sakral tersebut, memohon keselamatan dan kerahayuan bagi seluruh warga desa.

Harapan Ke Depan

Dengan rampungnya pembangunan dan pemugaran di area Pura Desa dan Puseh ini, diharapkan tempat ini tidak hanya menjadi pusat persembahyangan yang nyaman dan khidmat, tetapi juga menjadi pusat penguatan karakter generasi muda Batubulan Kangin.

Keberadaan pura yang megah dan terawat menjadi simbol bahwa Desa Adat Batubulan Kangin siap menghadapi tantangan zaman tanpa meninggalkan akar tradisinya. Pura Desa dan Puseh kini berdiri tegak, menjadi saksi bisu dari bakti, seni, dan persatuan warga Desa Batubulan Kangin.